Tulangbawang Barat – Viralitupenting.com
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan mencengangkan dalam pengadaan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Tahun Anggaran 2023 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba). Proyek senilai ratusan juta rupiah ini diduga mengandung indikasi mark-up yang menyebabkan potensi pemborosan dana publik sebesar Rp267,54 juta.
Pengadaan yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan ini menyasar 6 sekolah dasar dan 1 sekolah menengah pertama. Masing-masing sekolah menerima paket yang terdiri dari 15 unit notebook Acer Chromebook CB311_9HT, 1 unit proyektor Acer X1, 1 unit magic router wireless, dan 1 unit MA Gica Connector VHD. Penyedia barang adalah PT Multi Data Palembang.
BPK menemukan bahwa harga notebook yang dibeli melalui e-purchasing mencapai Rp7.548.000 per unit, jauh di atas harga resmi LKPP sebesar Rp5.000.000 per unit sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 4 Tahun 2023. Selisih harga Rp2,54 juta per unit ini, jika dikalikan total 105 unit, menghasilkan potensi pemborosan Rp267.540.000.
Indikasi permainan harga semakin menguat karena:
Tidak ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang rinci, membuat nilai anggaran di DPA dicatat secara gelondongan tanpa detail spesifikasi.
Biaya kirim tidak diperhitungkan sejak awal, sepenuhnya diserahkan pada penawaran penyedia, memberi peluang pembengkakan biaya.
Spesifikasi barang yang dibeli tidak identik dengan acuan LKPP namun tetap diberi harga lebih tinggi.
Lebih ironis lagi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengaku baru mengetahui adanya batasan harga LKPP setelah proses pemesanan rampung. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah ini murni kelalaian, atau justru ada skenario terencana yang menguntungkan pihak tertentu?
Praktik semacam ini bukan sekadar kelemahan administrasi, melainkan potensi kerugian negara yang nyata. Dana DAK bersumber langsung dari APBN, sehingga setiap rupiah yang terbuang berarti uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan memperkaya pihak-pihak tertentu.
Kasus ini menjadi sinyal keras bagi Pemkab Tubaba untuk membersihkan tata kelola pengadaan barang/jasa dari potensi permainan harga, memperketat pengawasan internal, dan memastikan seluruh proses mengacu pada standar LKPP. Jika tidak, pemborosan akan terus menggerogoti anggaran pendidikan dan merugikan negara. ( Jl )